JANGAN MARAH
(Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Allah dan mendapatkan surge yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. al-Baqarah 133 – 134).
Salah satu yang harus dilakukan oleh orang yang sedang menjalankan ibadah puasa adalah mengendalikan amarah. Tidak ada artinya menahan makan dan minum sejak terbit fajar sampai tenggelam matahari kalau emosi tidak terkendali. Rasulullah Saw sering mengajarkan agar selalu menahan amarah (emosi).
Jangan marah (la taghdhab), itulah sebuah nasihat rasullullah yang pernah disampaikan kepada seorang shahabat yang datang kepadanya untuk meminta sebuah amalan yang baik tetapi tidak terlalu banyak. Orang yang minta nasihat itu memohon rasul agar mengulang nasihatnya, barangkali masih ada lanjutannya. Tetapi nabi menjawab dengan jawaban yang sama la taghdhab (jangan marah).
Nasihat rasul yang singkat dan padat itu mengandung pengertian yang dalam. Marah akan membahayakan diri sendiri dan juga orang lain. Karena itu setiap orang harus mengendalikan emosi, yaitu mencegah agar kemarahan itu tidak menjurus pada melampawi batas. Sebab marah yang berlebihan atau kemarahan yang melampawi batas akan membawa akibat buruk, baik bagi diri orang yang marah maupun bagi masyarakat.
Menurut ulama tasawuf, marah yang melampawi batas dapat menjauhkan teman dan handai tolan, dapat pula menimbulkan kebencian dan memperbanyak musuh. Kemarahan berlebihan dapat pula menggoncangkan rumah tangga. Seorang istri bisa saja tersinggung karena kemarahan suami yang berlebihan dan dapat membahayakan rumah tangga.
Selain itu marah dapat menimbulkan tahawur (berani yang membabi buta), jubn (pengecut), dan dayyus (lemah hati tidak bertindak). Karena itu orang-orang sufi memasukkan marah yang berlebihan ke dalam jenis Nafsul-ammarah bis-su’ atau nafs yang tercela. Oleh karena itu Rasulullah Saw menganjurkan agar ummatnya memiliki sifat sabar dan mampu menahan serta mengendalikan amarahnya. Beliau bersabda: Orang yang paling gagah diantara kamu adalah orang yang mengalahkan nafsunya di waktu marah, dan orang yang penyabar adalah orang yang suka memaafkan kesalahan orang lain, meskipun ia dapat membalasnya.
Dalam Alqur’an surat Ali Imran 133-134 disebutkan keistemewaan orang yang dapat mengendalikan amarahnya yaitu diantara orang yang akan menerima balasan pahala dan disediakan surga baginya adalahorang yang mampu menahan amarahnya. Pengendalian diri dari amarah merupakan sebuah perjuangan yang berat, sehingga Allah memberikan ganjaran yang besar.
Memiliki sifat marah adalah hal yang biasa dan manusiawi, karena tidak ada manusia yang terbebas sama sekali dari sifat marah. Tetapi jika kebiasaan marah menjadi berlebihan dan melampawi batas, serta dilakukan bukan pada waktu dan tempat yang benar, maka tidak saja tercela tetapi juga bisa merugikan dirinya dan orang lain. Rasulullah Saw tidak pernah memperlihatkan amarahnya kepada orang lain. Dengan sifat sabarnya beliau mampu mengalahkan amarahnya. Padahal selama hidup dan perjuangannya, beliau selalu berhadapan dengan berbagai penghinaan dan penghianatan. Sebagai pemimpin beliau mampu menjaga dan menahannya. Rasulullah bersabda: Barangsiapa yang dapat menahan kemarahannya, maka Allah akan menahan siksa-Nya kepada orang itu.
Untuk menurunkan kemarahan ada beberapa cara yang harus kita lakukan sebagaimana dikutif dalam kitab “Mauizhatul Mu’minin Min Ihya Ulumiddin”
Pertama; Hendaklah selalu berfikir dan mengingat tentang penjelasan agama yang menguraikan keutamaan menahan marah, seperti sabda nabi yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Baihaqi: Barangsiapa yang menahan kemarahannya, maka Allah akan menahan siksaNya kepada orang itu dan barangsiapa mengemukakan keuzuran kepada Tuhannya, maka Allah akan menerima keuzurannya dan barangsiapa yang menyimpan lisannya (tidak suka menyingkap rahasia orang lain), maka Allah akan menutupi celanya.
Kedua; Hendaknya mengingat bagaimana siksa Allah bila kemarahannya diteruskan. Sebab biasanya kemarahan terjadi karena ada kesalahan orang lain dan ia keberatan memaafkannya. Karena itu perlu direnungkan bahwa pada hari kiamat kita sendiri membutuhkan pengampunan, rahmat dan belas kasih sayang Allah. Lalu mengapa kita keberatan memaafkan sesama manusia yang kemungkinan kesalahan dilakukan tanpa disengaja.
Ketiga; Seyogianya hatinya sendiri selalu mengingat akibat kemarahan yang akan dihadapinya baik selagi di dunia ini maupun di akhirat kelak.
Keempat; Dengan membayangkan betapa buruk wajahnya dan jelek badannya diwaktu sedang marah. Bayangkan pula betapa buruknya sifat marah itu sendiri. Lalu bandingkan dengan membayangkan bagaimana muka dan wajah orang yang santun dan penyabar serta tenang. Maka pilihlah mana yang lebih bagus dipandang dan dilihat, apakah muka orang yang sedang marah atau mukanya orang penyabar dan tenang.
Kelima; Hendaknya selalu mengingat bahwa marah itu adalah bujuk dan rayuan syaitan yang menyebabkan hina dan rendah dalam pandangan masyarakat. Kemudian bisikkan ke dalam jiwa sendiri, mengapa engkau tidak tahan menderita pada saat sekarang, apakah engkau dapat menahan penderitaan dan kepedihan pada hari kiamat nanti. Mengapa engkau tidak takut dianggap hina di hadapan Allah, Malaikat dan para nabi di hari pembalasan nanti.
Selain yang disebutkan di atas, maka untuk memadamkan kemarahan, juga mengucap lafaz ta’awwudz, yaitu ‘A’udzu billahi minasy syaithanir rajim” artinya aku berlindung kepada Allah dari godaan syaithan yang terkutuk. Selanjutnya apabila sedang berdiri hendaklah duduk, dan jika sedang duduk hendaklah berbaring. Dan disunnatkan pula untuk segera mengambil wudhu dengan air dingin. Inilah yang disunnahkan rasul. Kemarahan berasal dari api, sedang api itu hanya dapat dipadamkan dengan air dingin. (21 Ramadhan 1440 H. tfk).